PERSERIKATAN 1989/1990 (KEMBALI JUARA)
Gagal pada musim kompetisi Perserikatan 1986/1987 dan 1987/1988. Pada musim 1989/1990, PERSIB tidak mau mengulanginya kembali, PERSIB mulai unjuk gigi. Kali ini mereka ditangani Ade Dana, mantan pemain yang turut mengantarkan PERSIB
menjuarai Kejuaraan Nasional PSSI 1961. Ade Dana dibantu oleh Dede
Rusli, Suhendar dan Indra M. Thohir. Sederet pemain muda yang
digabungkan dengan pemain-pemain veteran macam Djadjang Nurdjaman, Adeng
Hudaya, Adjat Sudradjat, dan Suryamin. Tidak ketinggalan Dede Iskandar,
yang memutuskan untuk bergabung kembali bersama PERSIB setelah sempat berkostum Bandung Raya. PERSIB pun melangkah ke Kompetisi Perserikatan 1989/1990 dengan semangat baru.
Menghadapi
kompetisi kali ini, Ade Dana memboyong 25 pemain andalannya. Mereka
adalah Sobur, Anwar Sanusi, Agus Atha (kiper), Dede Iskandar, Ade
Mulyono, Robby Darwis, Adeng Hudaya, Yusuf Bachtiar, Asep Sumantri,
Adjat Sudradjat, Yaya Sunarya, Yana Heryana, Dede Rosadi, Sarjono,
Nyangnyang, Sutiono Lamso, Djadjang Nurdjaman, Aris Munandar, Diding
Simbar, Nandang Kurnaedi, Yono Trianto, Fiator Ambarita, Edi Sutarsa,
Suryamin, dan Nana Supriatna. Dalam perkembangannya, saat kompetisi
sudah berjalan muncul nama penjaga gawang Samai Setiadi dan Martin.
Pada
awalnya, kolaborasi antara pemain junior dan senior yang dilakukan Ade
Dana tidak berjalan mulus. Pada laga pembuka babak penyisihan Wilayah
Barat, awal November 1989, PERSIB dihajar pendatang baru, Persita Tangerang 0-1 di Stadion Siliwangi Bandung. Masih di kandang sendiri, PERSIB juga hanya mampu bermain imbang dengan Persija Jakarta.
Kegagalan
meraih kemenangan dalam dua laga kandang tersebut membuat publik sepak
bola Bandung meragukan kinerja tim asuhan Ade Dana. Bahkan ketika pada
pertandingan ketiga PERSIB menyerah 1-2 dari PS Bengkulu di
Bengkulu, bobotoh mulai kecewa dan marah. Konon, di Bandung, mereka
sudah menyiapkan "penyambutan" untuk melampiaskan kekecewaannya terhadap
hasil buruk PERSIB itu.
Karena kabar buruk itu sudah sangat santer terdengar, Ketua Umum PERSIB,
Ateng Wahyudi terpaksa "menyekap" seluruh anggota skuad Persib di
Bengkulu. Meski rentang waktu ke pertandingan berikutnya melawan PSDS
Deli Serdang dan PSMS Medan masih cukup lama, Ateng memerintahkan timnya
bertahan di Bengkulu dan langsung berangkat ke Lubukpakam menjelang
laga berikutnya.
Versi lain menyebutkan, "disekap"-nya para pemain PERSIB
di Bengkulu itu sebagai hukuman atas buruknya penampilan mereka dalam
tiga laga pembuka. Selain tidak boleh pulang ke Bandung, penginapan para
pemain pun dipindahkan dari hotel berbintang ke sebuah wisma yang
letaknya dekat kuburan.
Kedisiplinan dan totalitas Ateng Wahyudi dalam mengurusi PERSIB
tak perlu diragukan lagi. Saking pedulinya, beliau sengaja datang
membawa sekeranjang ikan asin untuk Adeng Hudaya dan Nandang Kurnaedi
yang tengah berada di pulau Sumatera itu.
Pemusatan
latihan dadakan di Bengkulu itu ternyata membuahkan hasil. Ditandai
dengan "lengser"-nya Sobur dari posisi kiper utama, karena dinilai
melakukan blunder fatal saat lawan Bengkulu, PERSIB bangkit dan
tidak terkalahkan lagi hingga memastikan diri lolos ke babak "6 Besar".
Dalam dua laga terakhir putaran pertama, PSDS ditahan 1-1 di Lubukpakam
dan PSMS dipermalukan 3-2 di Stadion Teladan Medan.
Pada putaran kedua, PERSIB
semakin garang. Persita digasak 2-0 di Tangerang, Persija ditahan seri
2-2 di Jakarta, kemudian PS Bengkulu dijinakkan 2-0, dan PSDS 3-0 di
Stadion Siliwangi. Pada pertandingan terakhir, PERSIB yang sudah
memastikan diri lolos ke babak "6 Besar", menyusul kekalahan Persita 0-3
dari PSMS, empat hari sebelumnya, kembali memainkan sepak bola
"sandiwara" dengan PSMS, 24 Februari 1990. Untuk "membantu" PSMS lolos
ke babak "6 Besar", PERSIB rela "menghadiahkan" satu poin yang
sangat dibutuhkan PSMS untuk menyingkirkan Persita dengan bermain imbang
tanpa gol. Dengan hasil itu, PSMS menggeser posisi Persita dari
peringkat ketiga klasemen akhir dengan keunggulan selisih gol. Persita
pun menangis oleh sepak bola "sandiwara" PERSIB kontra PSMS itu.
Pemberian "pertolongan" untuk PSMS itu nyaris membuat bobotoh marah lagi. Tapi, PERSIB
bisa "mempertanggungjawabkan" pilihannya membawa PSMS ketimbang Persita
dengan penampilan menawannya di babak "6 Besar" yang berlangsung di
Stadion Utama Senayan. Bergabung di Grup II, PERSIB
menundukkan juara Wilayah Timur, Persebaya Surabaya 2-0 lewat gol
Sutiono Lamso pada 4 Maret 1990. Meski pada laga keduanya, 5 Maret
1990, kembali bermain imbang tanpa gol dengan PSMS, PERSIB yang tampil sebagai juara grup lolos ke semifinal untuk menantang PSM Makassar.
Diwarnai tawuran antarpemain yang berbuntut pada keluarnya hukuman skorsing untuk pemain PSM, PERSIB menggasak tim berjuluk "Juku Eja" itu dengan skor telak 3-0. Tiga gol kemenangan PERSIB di babak semifinal yang dimainkan 8 Maret 1990 itu, disumbangkan Adjat Sudrajat (37), Robby Darwis (56), dan Dede Rosadi (83). PERSIB melaju ke final untuk kembali bertemu Persebaya yang menyingkirkan Persija 5-3 lewat drama adu penalti.
![]() |
PERSIB 1989/1990 |
PERSIB
akhirnya bisa kembali menjadi juara setelah pada partai final, Minggu,
11 Maret 1990, di hadapan puluhan ribu bobotoh yang berduyun-duyun
datang ke Jakarta. PERSIB mengalahkan Persebaya 2-0 lewat gol
bunuh diri Subangkit menit ke-7 dan Dede Rosadi pada menit-59. Dalam
partai final ini, Ade Dana menurunkan skema 4-3-3 dengan formasi Samai
Setiadi (kiper), Dede Iskandar, Ade Mulyono, Robby Darwis, Adeng Hudaya;
Asep Sumantri, Nyangnyang, Yusuf Bachtiar; Sutiono Lamso, Adjat
Sudrajat, Djadjang Nurdjaman. Sementara di bangku cadangan terdapat nama
Anwar Sanusi (Kiper) dan Dede Rosadi
![]() |
Adeng Hudaya di Podium Kehormatan |
Keberhasilan
itu membuat publik sepak bola Bandung kembali berpesta. Dan pemberian
bonus kepada pemain mengalir mengikuti keberhasilan tersebut. Namun
pemberian bonus ternyata menimbulkan masalah. Bonus taksi inilah yang
belakangan menjadi persoalan dan sempat menimbulkan perpecahan di
internal tim. Ada pemain dan ofisial yang menerima aturan main itu dan
ada juga yang tidak. Sebagian besar pemain menuntut Ketua Umum PERSIB untuk tetap merealisasikan janji bonusnya berupa "mobil beneran", bukan taksi cicilan.
"Saya tetap menuntut mobil. Berapa pun harganya, Rp 1 juta pun tak apa, pokoknya tetap mobil. Karena itulah yang dijanjikan dulu", kata Ade Mulyono.
Sebagian besar pemain PERSIB semakin kecewa ketika Ateng Wahyudi pun ternyata menyerahkan persoalan bonus taksi ini kepada sang pengusaha. "Soal itu saya serahkan kepada orang yang punya janji", kata Ateng.
Di antara para pemain, Adjat Sudradjat terlihat paling kecewa. "Mendingan saya kredit sendiri", teriak sang bintang.
Belakangan diketahui, ternyata ada udang di balik batu dari niat baik sang pengusaha memberikan bonus taksi itu. Selain 30 unit taksi baru yang akan diberikan kepada pemain dan ofisial PERSIB, ternyata ada puluhan unit lainnya yang izin pengoperasiannya diajukan kepada Pemkot Bandung.
Ateng Wahyudi, yang ketika itu menjabat sebagai Wali Kota Bandung tentu saja menolak "taksi tambahan" itu, karena kuota izin trayek untuk perusahaan taksi tersebut sudah habis dan tak bisa ditambah lagi.
Selain kisruh bonus taksi cicilan, keberhasilan PERSIB menjuarai Kompetisi Perserikatan 1989/1990 ditandai sebuah monumen, yaitu patung "Maung Bandung" di Jln. Wastukancana Bandung. Patung yang bernama resmi "Patung Keindahan Kota" ini diresmikan Ketua Umum PSSI, Kardono pada 8 Mei 1990.
Yang menarik, rencana pembuatan patung itu sudah ada jauh sebelum PERSIB menjadi kampiun Kompetisi Perserikatan 1989/1990. Karena itulah, apakah masyarakat pencinta PERSIB sudah yakin tim kesayangannya bakal juara atau rencana pembuatan patung itu membawa berkah sehingga PERSIB bisa meraih gelar juara? Entahlah.
Masih di tahun 1990, PERSIB berhasil menancapkan kukunya di kandang angker Persebaya, Stadion Gelora 10 November Surabaya. PERSIB
berhasil meraih gelar juara Piala Jawa Pos II setelah di babak final
yang berlangsung pada 14 September 1990 menggulingkan tuan rumah
Persebaya 3-1. Selain itu, PERSIB dinobatkan sebagai tim terbaik
Piala Jawa Pos II/1990. Bahkan, salah seorang pemainnya, Sutiono Lamso,
dianugerahi sebagai pencetak gol terbanyak dengan empat gol.
Popularitas pemain PERSIB
saat itu berada di puncak kejayaan, siapa yang tidak kenal Adjat
Sudradjat, Robby Darwis, dll? Semua lawan gentar berhadapan dengan
nama-nama besar itu. Karena itulah kemudian PS. Kramayudha Tiga Berlian,
sebuah klub elite galatama (dua kali juara Galatama dan tiga kali Piala
Liga serta peringkat ketiga Piala Antarklub Asia 1986) saat itu
meminjam beberapa pemain PERSIB untuk menghadapi kejuaraan antar
klub Asia. Di Kramayudha sendiri saat itu diperkuat oleh Kapten
Kesebelasan Herry Kiswanto, yang juga mantan pemain PERSIB.
![]() |
Dede Iskandar, Adjat Sudradjat dan Robby Darwis diantara para pemain Kramayudha Tiga Berlian |
0 Sahabat:
Posting Komentar